Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 memunculkan sejumlah perdebatan di kalangan pemerhati hukum. Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun, Dr. Amriyanto, S.H., M.H., memberikan penjelasan mengenai makna putusan MK dan norma yang dipersoalkan para Pemohon.
Dr. Amriyanto menjelaskan bahwa putusan MK yang membatalkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002, tidak serta-merta menghapus kemungkinan penugasan anggota Polri ke jabatan di luar Kepolisian. Menurutnya, MK hanya membatalkan frasa pada bagian penjelasan undang-undang, bukan pada norma pokok yang mengatur hubungan keanggotaan Polri dengan jabatan di luar Kepolisian.
Dalam pandangannya, anggota Polri tetap dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun, selama jabatan tersebut memiliki sangkut paut dengan peran dan fungsi Kepolisian. Ia menegaskan bahwa yang dimaksud “sangkut paut” adalah jabatan yang masih berhubungan, berkaitan, atau bertalian dengan fungsi kepolisian, seperti pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, serta perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Ia juga menegaskan bahwa pembatalan frasa tersebut bukan berarti Kapolri tidak lagi dapat memberikan penugasan kepada anggota Polri. Menurutnya, Kapolri tetap memiliki kewenangan untuk menugaskan anggota Polri di luar Kepolisian, sepanjang jabatan yang diemban masih berkaitan dengan peran dan fungsi kepolisian sebagaimana diatur undang-undang.
Dalam penjelasannya, ia mencontohkan bahwa instansi seperti KPK, BNN, dan BNPT merupakan lembaga yang memiliki sangkut paut dengan salah satu fungsi kepolisian, khususnya pada aspek penyelidikan, penyidikan, dan penegakan hukum. Karena itu, penugasan anggota Polri pada instansi-instansi tersebut tetap dimungkinkan tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian.
Lebih lanjut, Dr. Amriyanto menilai bahwa untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi anggota Polri, diperlukan peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian. Aturan tersebut, menurutnya, perlu secara tegas menentukan jabatan-jabatan apa saja di luar Kepolisian yang dapat diduduki tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun, sehingga dapat menjadi pedoman bagi Kapolri dalam memberikan penugasan.
Ia menyebutkan bahwa keberadaan aturan pelaksana yang jelas akan menghindarkan perbedaan penafsiran, baik di kalangan ahli hukum maupun masyarakat, serta memberikan dasar hukum yang pasti bagi institusi Kepolisian dalam menjalankan penugasan anggotanya.






